Breaking News

Oxford City Council dan Papua Nugini Ingin Ambil Keuntungan dari Persoalan Dalam Negeri Indonesia

Dukungan Oxford City Council dan Papua Nugini kepada Pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda terus dikecam kalangan DPR. Pasalnya, Benny Wenda adalah separatis di Indonesia.
DPR menyesalkan langkah yang diambil demi mengambil keuntungan dari keberadaan permasalah dalam negeri Indonesia.
“Saya menyesalkan dan mengecam apa yang dilakukan Dewan Kota Oxford yang memberikan penghargaan Honorary Freedom of the City kepada Benny Wenda,” tegas Anggota Komisi I DPR, Evita Nursanty seperti dilansir dari SINDOnews, Rabu (17/7/2019).
Evita meyakini bahwa sebenarnya sosok Benny Wenda itu tidak dikenal baik oleh Dewan Kota Oxford. Ia menambahkan, jika Dewan Kota Oxford mengenal baik Benny Wenda maupun Papua, maka sudah pasti akan berpikir panjang untuk memberikan penghargaan tersebut.
“Jadi saya mengajak Dewan Kota Oxford melihat kondisi Papua pada saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang segera memimpin Indonesia dalam periode yang kedua,” ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan bahwa pada Pilpres 2019 kemarin, Jokowi meraih dukungan mutlak warga Papua dengan meraih suara 90,12 persen atau 3.021713 suara dari total 3.599.354 orang pemilih.
Hal itu kata dia merupakan kepercayaan yang sangat luar biasa, mengingat pembangunan dewasa ini begitu pesat dilakukan pemerintahan Jokowi demi meningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.
Dengan langkah itu artinya Oxford City Council dan Papua Nugini tidak menghargai Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Dengan kata lain keduanya ingin memecah belah kesatuan NKRI.
Inggris Dukung Integritas Teritorial Indonesia
Media Kementerian Luar Negeri Inggris menanggapi Keputusan Dewan Kota Oxford yang memberikan penghargaan Freedom of the City kepada Benny Wenda.
Kementerian Luar Negeri Inggris menggarisbawahi bahwa tidak ada perubahan posisi mengenai Papua yang selama ini dipegang Pemerintah Inggris.
“Kami mendukung integritas teritorial Indonesia dan mengakui Papua sebagai sebuah bagian keutuhan Indonesia.” demikian isi pernyatan itu.
Menurut pernyataan itu, keberadaan Benny Wenda di Inggris bukan berarti bahwa Pemerintah Inggris mendukung posisinya mengenai kedaulatan Papua dan penghargaan yang diberikan Dewan Kota Oxford tidak berpengaruh terhadap kebijakan Pemerintah Inggris.
“Dewan lokal secara politik bersifat independen dari Pemerintah Pusat sehingga hal ini merupakan urusan Dewan Kota Oxford.”
Dengan demikian suara dari Oxford City Council bukan sikap resmi dari pemerintah Inggris. Hal tersebut telah diklarifikasi dan ditegaskan oleh Pemerintah Inggris. Sehingga langkah Dewan Kota Oxford, Inggris memberikan penghargaan Freedom Oxford kepada Pemimpin ULMWP Benny Wenda tidak mewakili pemerintah Inggris.
Artinya Pemerintah Inggris terus mendukung upaya Pemerintah dan masyarakat sipil dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat Papua, termasuk perlindungan hak asasi manusia dan memastikan bahwa masyarakat Papua memperoleh manfaat dari pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Untuk diketahui bahwa gerakan separatis yang dibawahi oleh Benny Wenda dan ULMWP telah banyak merugikan negara Indonesia dengan menciptakan instabilitas wilayah, seperti kekerasan terhadap rakyat sipil dan aparat keamanan hingga menimbulkan korban tewas, sehingga salah besar jika dunia internasional mendukung Benny Wenda dan ULMWP.
Sebelumnya pada 1 Juli 2019, ketua ulmwp Benny Wenda menyatakan bahwa sejumlah kelompok bersenjata di propinsi Papua dan Papua Barat kini di bawah kendali ulmwp.
Dalam sebuah Deklarasi ”Vanimo Border Declaration” ini memformalkan rantai komando antara ulmwp dengan kelompok bersenjata di Papua.
Adapun kekerasan yang pernah dilakukan oleh kelompok bersenjata tersebut termasuk:
Pertama, pembunuhan terhadap 9 penduduk sipil dan 2 polisi di Nduga, Papua pada Nov 2018-Mar 2019
Kedua, pembunuhan terhadap 19 pekerja jalan di Nduga pada Des 2018
Ketiga, pembunuhan seorang polisi bernama Berry Pratama dan melukai Joe Hatch, pekerja asal AS pada Oktober 2017.
Kemudian yang keempat, pembunuhan terhadap Yuni Yesra, guru sekolah dan Simon, pekerja konstruksi pada September 2016. Dan masih banyak tindakan kekerasan lainnya.


No comments:

Powered by Blogger.