Breaking News

Prabowo Tak Paham Sejarah Hingga Menafikan Nasib Palestina

Prabowo Tak Paham Sejarah Hingga Menafikan Nasib Palestina
Jakarta – Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengatakan rencana pemerintah Australia memindahkan kantor Kedutaan Besar Australia di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem bukan merupakan urusan Indonesia.
Hal tersebut dikatakan Prabowo dalam acara Indonesia Economic Forum di Shangri-La Hotel, Jakarta.
“Saya tidak melihat (memindahkan kedutaan besar) menjadi persoalan bagi Indonesia,” kata Prabowo, seperti dikutip Brisbane Times.
Prabowo menekankan bahwa Indonesia harus menghormati hak kedaulatan Australia untuk membuat keputusan tentang masalah ini.
Meskipun, pemerintah Indonesia tidak setuju dengan kebijakan pemindahan tersebut.
Pemerintahan Joko Widodo sebelumnya sudah menegaskan sikap mereka terhadap pernyataan Perdana Menteri Scott Morisson yang ingin memindahkan kedutaan besar Australia ke Yerusalem.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, pun segera menghubungi Canberra dan meminta konfirmasi pernyataan Morisson tersebut.
Sementara, dalam komentar publik pertamanya, Prabowo mengambil posisi yang sangat berbeda dengan Presiden Joko Widodo.

Sikapnya membuat garis tegas ia berbeda dengan Jokowi yang secara terbuka mengkritik rencana Morisson tersebut.
“Mengenai kepindahaan kedutaan, saya belum membaca tentang keputusan (final) Australia memindahkan kedutaan ke Yerusalem,” kata Prabowo.
“Sebagai pendukung Palestina, tentu kami memiliki opini yang berbeda,'” katanya. ‘”Tapi Australia juga negara merdeka dan berdaulat, jadi kami harus menghargai kedaulatan mereka.”
Berbeda dengan pernyataan Presiden Pertama RI, Soekarno. Semenjak era Presiden Pertama, Bung Karno, dukungan terhadap Kemerdekaan Palestina selalu dikumandangkan.
Begitu pula dengan Presiden Jokowi sangat pro aktif tentang Isu Palestina dan menolak dengan tegas klaim Donald Trump agar Yerusalem menjadi Ibukota Israel.
Perjuangan Indonesia membela kemerdekaan Palestina sebenarnya telah dilakukan semenjak negara republik ini baru berdiri.
Langkah diplomasi dimulai saat Presiden RI pertama Sukarno menggagas Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1953.

Saat itu Indonesia dan Pakistan menolak keras diikutsertakannya Israel dalam konferensi tersebut.
Keikutsertaan Israel dianggap bakal menyinggung perasaan bangsa Arab, yang kala itu masih berjuang memerdekakan diri.
Sementara Israel adalah bagian dari imperialis karena menguasai wilayah Palestina secara sepihak.
Setelah penyelenggaraan KAA, Aksi Bung Karno menolak eksistensi Israel terhadap Palestina tetap dilakukan melalui jalur diplomasi.
Kali ini melalui olahraga, saat Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games tahun 1962. Indonesia saat itu tegas menolak kehadiran kontingen Israel.
Alasan resminya karena negara kita tidak punya hubungan diplomatik dengan dua negara tersebut.
Meski begitu, alasan sebenarnya masih berhubungan dengan politik antiimperialisme.
Konsekuensinya, keanggotaan Indonesia di Komite Olimpiade Internasional (KOI) dicabut. Dikeluarkannya Indonesia dari KOI tidak membuat Sukarno lembek. Sukarno justru makin bersikap keras.
“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel,” ucap Bung Karno.

No comments:

Powered by Blogger.