Breaking News

Daerah Tahan Pangan Meningkat Signifikan di Periode Pertama Kepemimpinan Presiden Jokowi


Setiap pemimpin Indonesia dituntut untuk memiliki solusi yang efektif untuk menangani persoalan-persoalan pangan yang dialami Indonesia. Hal ini juga dialami oleh Presiden Joko Widodo. Pada awal masa kampanyenya, ia telah berjanji kepada masyarakat Indonesia agar Indonesia dapat mencapai kedaulatan pangan, yaitu ketahanan pangan melalui produksi lokal/dalam negeri.

Presiden Jokowi berharap agar kedaulatan pangan ini dapat tercapai melalui empat program utamanya, yakni, pengendalian impor pangan, penanggulangan kemiskinan petani dan regenerasi petani, implementasi reformasi agraria, pembangunan agribisnis kerakyatan.

Ketahanan pangan adalah kondisi dimana kebutuhan pangan bagi seluruh masyarakat dapat terpenuhi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya

Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi mengatakan ada 88 kabupaten/kota di Indonesi yang rentan rawan pangan berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2018.

Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada di wilayah timur Indonesia. Adapun, beberapa wilayah yang paling rentan rawan pangan yaitu Nias dan Jaya Wijaya.

“Artinya sekitar 17,1% daerah Indonesia yang masuk kategori rentan rawan pangan,” kata Agung di Jakarta, Rabu (30/10).

Sesuai amanat Presiden Jokowi, bahwa tidak boleh ada wilayah yang tidak tahan pangan.

Namun demikian 426 kabupaten/kota lainnya di Indonesia masuk kategori tahan pangan. Jumlah tersebut meningkat secara signifikan jika dibandingan dengan FSVA 2015, karena ada 177 kabupaten yang meningkat status ketahanan pangannya dalam rentang tiga tahun. Hal tersebut sekaligus menunjukkan keberhasilan pemerintahan Jokowi sebelumnya yang menaikkan ketahanan pangan Indonesia.

Agung menjelaskan, kabupaten rentan rawan pangan tersebut merupakan kabupaten yang lokasinya jauh dari ibukota provinsi atau daerah perbatasan dan terluar, atau merupakan kabupaten hasil pemekaran. Ke-88 kabupaten tersebut memiliki masalah akses pangan karena minimnya infrastruktur untuk mendistribusikan pangan sehingga harga menjadi tinggi.

Selain itu daerah rentan rawan pangan tersebut juga memiliki kendala minimnya tenaga kesehatan dan pendapatan yang rendah. Oleh karena itu, Kementan menggandeng berbagai kementerian lainnya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut untuk bersinergi mengentaskan daerah rentan rawan pangan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan 88 kabupaten/kota yang rentan rawan pangan tersebut setara dengan 7 juta penduduk. Rentan rawan pangan tersebut tidak hanya pada komoditas beras.

“Tidak hanya soal makanan. Ada yang rentan masalah pendidikan dan kesehatan. Bila tak dibenahi, timbul persoalan,” ujar dia.

Oleh karena itu, sinergi antar kementerian/lembaga diperlukan. Kerja sama juga meliputi pemerintah daerah seperti Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa, dan Lurah.

Ketahanan pangan menentukan daya saing dan kemajuan sebuah bangsa. Pangan bahkan bisa menjadi senjata dalam perang antarbangsa.

Dengan potensi produksi pangan yang sangat beragam dan besar, Indonesia sejatinya berpeluang untuk menjadi bangsa besar yang maju dan makmur sebagai produsen pangan utama dunia yang tidak hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, tetapi juga dapat memasok bahan pangan ke seluruh dunia (feeding the world).

Secara umum ketahanan pangan nasional menunjukkan perbaikan sepanjang 2012-2018. Ini tercermin dari naiknya indeks ketahanan pangan global (Global Food Security Index/GFSI) Indonesia yang dinilai dari semua aspek menjadi 54,8 pada 2018 dibanding 46,8 pada 2012. Dengan skor tersebut Indonesia berada diperingkat 65 dunia dan posisi kelima di tingkat ASEAN.

No comments:

Powered by Blogger.