Breaking News

Radikalisme juga Tumbuh karena Kemiskinan


Radikalisme dan terorisme dapat tumbuh subur di masyarakat yang tidak sejahtera. Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Society Against Radicalism and Violent Extremism (Serve) Indonesia, Dete Aliah.
Ia menilai, penanganan radikalisme dan terorisme harus lah disertai perbaikan kualitas hidup masyarakat.
“Faktornya tidak hanya karena didoktrin pemahanan agama yang salah. Tapi, kemiskinan dan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat akan membuat mereka mudah terpengaruh ideologi radikalisme dan terorisme,” kata Dete ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (10/12).
“Praktik ekonomi dan politik yang tidak lurus juga adalah lahan suburnya. Maka negara ataupun pemeritah harus memperbaiki diri,” imbuhnya.
Dete juga melihat bahwa, penyebaran radikalisme dan terorisme juga menggunakan narasi ekonomi. Sebagai contoh, narasi yang disebarkan oleh Bahrun Naim, orang yang diduga keras sebagai dalang aksi serangan Jakarta 2016.
Bahrun, kata Dete, lewat akun media sosialnya, malah menyebarkan narasi ekonomi. Bahkan bukanlah narasi yang bombastis. Karena, ia hanya menyebarkan narasi bahwa di Suriah tidak ada sama sekali pungutan biaya parkir kendaraan.
“Kalau tidak ada pungutan seperti itu di Indonesia, maka Indonesia akan sejahtera,” kata Dete.
Dete mengatakan, tradisi sederhana yang dapat menangkal radikalisme dan terorisme adalah gotong royong. Sebab, gotong royong membuat setiap masyarakat saling berinteraksi, berbagi pekerjaan dan tanggung jawab. Sehingga, tindakan intoleransi, yang menjadi tahapan awal sebelum radikal, bisa dihilangkan.
“Coba saja kalau masyarakat urban di setiap komplek rumahnya bisa bergotong royong. Maka kebencian pada yang berbeda sebagaimana yang didoktrinkan kelompok radikal dan teroris akan bisa ditangkal,” katanya.
Selain itu, ia juga berharap agar kearfian lokal lainnya yang dimiliki setiap daerah di Indonesia tetap dilestarikan dan dijaga.Sebelumnya, hasil Survei BNPT menemukan bahwa terjadi penurunan potensi radikalisme secara nasional. Indeks potensi radikalisme 2019 berada di angka 38,43 (skala 0-100). Sedangkan tahun 2017 ada di angka 55,12.
Artinya, potensi radikalisme secara nasional mengalami penurunan sebesar 16.69 poin. Namun, Dete menilai tindakan radikalisme dan terorisme tidaklah menurun. Ia menilai masih sama.
Ia malah melihat yang meningkat itu adalah penyebaran konten kontra narasi terorisme di sosial media. Terlepas dari itu semua, Dete cendrung sepakat dengan hasil Survei BNPT yang menyebut bahwa kearifan lokal berpotensi untuk mencegah radikalisme dan terorisme. Namun, harus dioptimal pemanfaatannya.

No comments:

Powered by Blogger.