Omnibus Law Bisa Dorong Investasi Penerbangan
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai salah satu klausul dalam RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law soal aturan batas minimal kepemilikan pesawat maskapai bisa mendorong investasi dalam negeri.
Wakil Ketua Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto menuturkan langkah tersebut akan menciptakan ruang baru bagi para investor dalam negeri untuk melirik bisnis penerbangan.
"[Maskapai] penerbangan mau [punya] dua pesawat, lima pesawat, mau berapa itu baik-baik saja. Dengan demikian, akan membuat supaya pengusaha-pengusaha dalam negeri ingin berinvestasi di situ," jelasnya, Selasa (18/2/2020).
Dia menekankan jumlah minimal pengoperasian pesawat yang dihilangkan dalam Omnibus Law akan berdampak baik terhadap industri dalam negeri selama proteksi, berupa persentase saham sebesar 51 persen atau lebih masih dimiliki pengusaha dalam negeri dan maksimal 49 persen untuk investor asing, tetap ada.
Menurutnya, terlihat pemerintah benar-benar memprioritaskan dalam negeri dan tidak hanya memilih urusan investasi dari luar atau memudahkan investasi dari luar.
Kendati demikian, lanjutnya, pemerintah wajib memprioritaskan investor dalam negeri. Ketika sudah berjalan dan maskapai dalam negeri semakin banyak, asas cabotage di udara tidak perlu dihilangkan dan mengutamakan investasi dalam negeri.
RUU Cipta Kerja meniadakan jumlah kepemilikan wajib pesawat bagi maskapai yang beroperasi karena dalam Pasal 118 huruf b hanya tertulis maskapai wajib memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu.
Dalam UU Penerbangan, kepemilikan pesawat diatur untuk setiap kategorinya. Maskapai berjadwal memiliki paling sedikit lima unit pesawat dan menguasai paling sedikit lima unit pesawat.
Maskapai tidak berjadwal memiliki paling sedikit satu unit pesawat dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat. Adapun, maskapai khusus kargo memiliki paling sedikit satu unit pesawat dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat.
No comments: