Tahun 2025: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Indonesia harus terus
membangun. Di lingkup Asia Tenggara saja, Indonesia masih perlu mengejar
ketertinggalan pembangunan di antara negeri tetangga, baik dari sisi
infrastruktur, ekonomi, maupun sosial. Pembangunan ini membutuhkan komitmen
kuat dan perencanaan matang dari pemerintah. Untuk menjadi negara maju dan
sejahtera, pembangunan di Indonesia perlu dilakukan terus menerus.
Setiap tahun pemerintah
menyusun Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF)
sebagai fondasi kuat bagi proses pembangunan secara berkelanjutan. Tahun ini
pemerintah menyusun KEM PPKF untuk tahun 2025. Di depan rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan
bahwa desain kebijakan fiskal tahun 2025 diarahkan untuk mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Kebijakan fiskal tahun 2025
disusun di masa transisi oleh pemerintahan saat ini dan akan dilaksanakan oleh
pemerintahan selanjutnya. Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF)
Rahadian Zulfadin menjelaskan masa transisi pemerintahan memiliki nilai
strategis untuk memastikan keberlanjutan dan penguatan agenda-agenda
pembangunan, memperkuat fungsi-fungsi kebijakan fiskal, serta menjaga momentum
reformasi untuk transformasi ekonomi dalam upaya mencapai target pertumbuhan
ekonomi tinggi, inklusif dan berkelanjutan, untuk mencapai visi Indonesia Emas
2045.
“Kebijakan fiskal harus
diperkuat fungsi-fungsinya, agar mampu berfungsi menahan guncangan pada
perekonomian dan mendukung transformasi ekonomi untuk mencapai target
pertumbuhan ekonomi, dan di saat yang sama perlu dijaga kesinambungannya,”
ungkap Rahadian.
Ia menuturkan kebijakan fiskal
memiliki tiga fungsi utama, yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Menurutnya, fungsi alokasi terkait erat dengan peran anggaran untuk memperbaiki
efisiensi ekonomi dan bekerjanya mekanisme pasar secara baik.
”Fungsi distribusi dibutuhkan
untuk menciptakan pemerataan dan keadilan baik dalam proses maupun hasil
pembangunan, baik antar kelompok pendapatan maupun antarwilayah. Fungsi
stabilisasi harus terus diperkuat sebagai shock absorber untuk meredam berbagai
gejolak, khususnya gejolak dari eksternal, sehingga dampak pada perekonomian
domestik serta masyarakat miskin dan rentan relatif minimal,” terang Rahadian.
Lebih lanjut, Rahadian
menuturkan strategi kebijakan fiskal ditempuh melalui dua strategi utama, yaitu
strategi jangka menengah-panjang dan strategi jangka pendek. Strategi jangka
menengah-panjang dengan fokus untuk mendukung transformasi ekonomi-sosial
melalui penguatan SDM, melanjutkan pembangunan infrastruktur pendukung
transformasi ekonomi, hilirisasi dan transformasi ekonomi hijau untuk
meningkatkan nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penguatan
inklusivitas, serta penguatan kelembagaan dan simplifikasi regulasi. Sementara
itu, strategi jangka pendek difokuskan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi,
penguatan well-being, serta penguatan konvergensi antardaerah.
Prediksi pertumbuhan
Meningkatnya tensi geopolitik
diperkirakan akan terus memberikan tantangan pada perekonomian dunia. IMF
memprediksi pertumbuhan ekonomi global di 2025 akan stagnan di 3,2 persen
dengan tingkat inflasi yang cukup tinggi di 4,5 persen.
Di tengah situasi penuh
tantangan tersebut, dalam dokumen KEM PPKF 2025 ekonomi Indonesia diproyeksikan
akan tumbuh dalam rentang 5,1-5,5 persen di 2025 dengan tingkat inflasi dalam
rentang 1,5-3,5 persen. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS diperkirakan
berada di rentang Rp15.300 - Rp16.000, sedangkan yield SBN Tenor 10 Tahun
diperkirakan berada pada kisaran 6,9-7,3 persen.
“Ketidakpastian yang masih
tinggi akan mewarnai pembahasan RAPBN 2025 antara Pemerintah dengan DPR yang
akan dimulai di awal Juni 2024, untuk menghasilkan UU APBN 2025 di akhir
September atau awal Oktober 2024,” ujar Rahadian.
Namun, ia menegaskan pemerintah
akan terus melakukan monitoring dan asesmen perkembangan perekonomian tahun ini
dan proyeksi tahun depan, untuk menghasilkan gambaran situasi perekonomian
nasional yang cukup akurat dalam penyusunan RAPBN 2025. Dengan demikian,
diharapkan postur APBN 2025 yang dihasilkan akan realistis dan kebijakan fiskal
dengan instrumen APBN 2025 akan mampu mengoptimalkan fungsi stabilisasi,
alokasi dan distribusinya untuk menghadapi ketidakpastian dan mendukung
transformasi ekonomi di tahun 2025, dengan tetap menjaga kesinambungan APBN.
Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, kebijakan fiskal tahun 2025 diarahkan untuk akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Menurut Rahadian, upaya untuk
mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi harus disertai penguatan SDM yang
berkualitas melalui pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
“Pertumbuhan ekonomi tinggi
diupayakan melalui usaha-usaha untuk mengatasi berbagai binding constraints
pembangunan di bidang sumber daya manusia, Infrastruktur, serta kualitas
regulasi dan birokrasi,” tutur Rahadian.
Untuk mendorong akselerasi
pertumbuhan, Rahadian menyebut perlu ada penguatan SDM yang berkualitas melalui
pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Di bidang pendidikan, untuk
mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing dilaksanakan beberapa
program unggulan. Program tersebut antara lain peningkatan gizi anak sekolah,
penguatan mutu sekolah, perbaikan sarana dan prasarana, peningkatan angka
partisipasi kasar PAUD dan Perguruan Tinggi, penguatan kualitas tenaga
pengajar, serta penguatan vokasional.
Sementara itu, di bidang
kesehatan, Rahadian menjelaskan pemerintah berupaya mewujudkan kesehatan yang
berkualitas dengan mendorong efektivitas program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) sehingga dapat meningkatkan akses layanan kesehatan yang berkualitas dan
meningkatkan financial protection bagi masyarakat. Di sisi lain, anggaran
kesehatan juga diarahkan untuk akselerasi penurunan stunting dan kasus penyakit
menular, penguatan fasilitas kesehatan, serta penambahan bantuan gizi bagi
balita dan ibu hamil.
Di bidang perlindungan sosial,
pemerintah berupaya untuk mempercepat kemiskinan dan pengurangan kesenjangan
antardaerah dengan beberapa program unggulan. Pemerintah melakukan penguatan
perlindungan sosial (perlinsos) pemberdayaan dan penguatan perlinsos sepanjang
hayat untuk mempercepat graduasi pengentasan kemiskinan, peningkatan akses
pembiayaan untuk rumah layak huni dan terjangkau, mendorong petani makmur,
nelayan sejahtera, termasuk mempercepat desa mandiri.
Pembangunan infrastruktur juga
terus dilanjutkan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi-sosial
melalui penguatan infrastruktur konektivitas, energi, pangan, dan digital.
Melalui infrastruktur yang memadai diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
produksi, daya saing, efisiensi sistem logistik, dan mendorong mobilitas serta
produktivitas.
Hilirisasi dorong akselerasi
“Upaya akselerasi pertumbuhan
ekonomi juga akan ditempuh dengan melanjutkan program hilirisasi, dengan
memperluas cakupan dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang selama ini
muncul, termasuk terkait dengan menjaga kualitas lingkungan. Peningkatan
investasi berorientasi ekspor perlu terus diupayakan di tengah situasi global
yang penuh tantangan, termasuk melalui diversifikasi komoditas dan tujuan
ekspor,” ungkap Rahadian.
Untuk mewujudkan hal tersebut,
dibutuhkan dukungan tenaga kerja yang berkualitas, infrastruktur konektivitas
yang memadai, serta perbaikan birokrasi dan sistem regulasi untuk mendorong
efisiensi dan daya saing investasi. Dengan upaya-upaya tersebut, pertumbuhan
ekonomi tidak hanya tinggi, namun juga bersifat inklusif dan berkelanjutan.
Direktur Eksekutif CORE
Indonesia Mohammad Faisal mengakui adanya perubahan dari sisi pertumbuhan sejak
adanya program hilirisasi, terutama di sisi investasi manufaktur dan ekspor
manufaktur. Dari sisi struktur ekspor, Faisal menyebut ada peningkatan ekspor
manufaktur, khususnya dari produk turunan nikel, besi, dan baja.
“Kalau lihat dari yang sudah
terjadi dalam beberapa tahun terakhir sejak ada program hilirisasi memang ada
efek ya. Tapi sekali lagi, kalau itu yang menjadi salah satu strateginya, maka
harus ada evaluasi ya. Evaluasinya apa saja?” kata Faisal.
Ia menilai jika program
hilirisasi ingin diteruskan, maka pemerintah perlu memperluas program
hilirisasi, tidak hanya di nikel tetapi juga di komoditas lainnya, misalnya
tembaga, aluminium, dan produk selain hasil tambang.
“Kalau kita melihat,
sektor-sektor kita ini banyak sebetulnya yang di luar tambang. Ada perkebunan,
pertanian, perikanan. Itu yang membutuhkan banyak pembangunan industri
pengolahan, mengolah komoditasnya,” ungkap Faisal.
Langkah berikutnya untuk
memperkuat program hilirisasi adalah melakukan pendalaman atau intensifikasi.
Saat ini hilirisasi nikel baru pada tahap awal smelter, yaitu dengan mengolah
bijih nikel menjadi nickel pig iron dan feronikel. Keduanya masih dalam pengolahan
tahap awal. Pada kondisi seperti itu, Faisal menilai value added yang
diciptakan masih minim walaupun ada peningkatan dibandingkan hanya mengekspor
bijih nikel.
“Industrialisasi atau
reindustrialisasi bukan hanya melulu hilirisasi. Sudah ada juga pengembangan
industri yang lain terutama industri hulu. Jadi kalau kita industri hilirnya
ingin kuat, industri hulunya harus kuat,” tambah Faisal.
Upaya percepatan reformasi
struktural melalui strategi hilirisasi terutama sumber daya alam memang
membuahkan hasil yang nyata. Hal ini tercermin pada peningkatan kinerja ekspor
dalam beberapa tahun terakhir. Nilai ekspor di tahun 2022 mencapai USD292
miliar, meningkat dari USD176 miliar pada 2014, dan merupakan rekor tertinggi
dalam sejarah. Pada tahun 2022, surplus neraca perdagangan juga mencatatkan
rekor tertinggi, USD54,5 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yang
defisit USD2,2 miliar.
”Lonjakan tajam dari kinerja
ekspor terutama disumbang dari produk hilirisasi, utamanya produk nikel dan
CPO. Di tahun 2023, posisi neraca perdagangan memang sedikit menurun akibat
pelemahan ekonomi dan turunnya harga komoditas, namun masih mencatatkan surplus
cukup besar, USD36,9 miliar,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
dalam pidatonya saat menyampaikan KEM PPKF Tahun 2025 di depan rapat paripurna
DPR.
Menteri Keuangan juga
menyatakan hilirisasi berhasil menciptakan sumber pertumbuhan baru di luar
Pulau Jawa. Provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara bertumbuh secara
signifikan ditopang hilirisasi nikel, di mana di tahun 2023, masing-masing
tumbuh 6,4 persen dan 6,9 persen, jauh lebih tinggi di atas pertumbuhan
nasional yang sebesar 5,05 persen.
Dalam pemaparannya, Menteri
Keuangan menegaskan untuk mewujudkan pertumbuhan yang tinggi dan inklusif, peningkatan
kesejahteraan dan pemerataan antardaerah perlu ditopang APBN yang efisien,
sehat, dan kredibel. Kebijakan optimalisasi pendapatan negara (collecting more)
dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan bisnis serta kelestarian
lingkungan.
Kebijakan belanja negara
diarahkan untuk penguatan spending better agar belanja lebih efisien dan
efektif untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi sekaligus peningkatan
kesejahteraan. Sementara itu, defisit fiskal diperkirakan berada pada kisaran
2,45-2,82 persen PDB.
“Kami optimistis, dengan kerja
keras dan komitmen bersama dalam menjaga stabilitas ekonomi serta komitmen
untuk melakukan terobosan kebijakan, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas,” kata Menteri Keuangan.
Pembahasan RAPBN 2025 antara Pemerintah dengan DPR yang akan dimulai di awal Juni 2024, untuk menghasilkan UU APBN 2025 di akhir September atau awal Oktober 2024. Menteri Keuangan mengharapkan adanya dukungan, masukan, dan pandangan dari DPR dalam pembahasan pada Pembicaraan Pendahuluan dalam rangka Penyusunan RAPBN 2025. Ia juga mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi dengan kuat menuju Indonesia Emas 2045.
No comments: