Breaking News

Kondisi Keuangan PLN Masih Stabil Meskipun Rugi Rp 18,4 T

Kondisi Keuangan PLN Masih Stabil Meskipun Rugi Rp 18,4 T
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meyakini kondisi keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) masih baik meski mengalami kerugian sekitar Rp 18,48 triliun pada kuartal III tahun 2018.
Ia menjelaskan, PLN merugi lantaran terdampak nilai tukar rupiah yang anjlok terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sehingga ada kerugian dari sisi selisih kurs.
“Maksudnya begini, PLN itu punya kewajiban dengan dolar. Seringkali kontrak dengan IPP (Independent Power Producer) itu adalah dalam dolar.
Sehingga kalau saatnya nanti harus melakukan pinjaman jangka panjang nanti harus bayar, kalau kursnya seperti ini maka akan terjadi loss seperti itu,” kata Rini di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Hingga kuartal III 2018, PLN mencatat kerugian cukup besar akibat selisih kurs, mencapai Rp 17,32 triliun. Kerugian selisih kurs itu jauh lebih besar dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya Rp 2,22 triliun.
Kendati demikian lanjut Rini menambahkan, arus kas perusahaan listrik negara saat ini masih baik, sehingga kondisi keuangannya juga terhitung sehat.
“Jadi keadaan PLN itu sehat secara cashflow. Yang penting kondisi perusahaan itu bagaimana cashflow-nya, cashflow-nya (PLN) sangat sehat,” ujarnya.
Berdasarkan laporan keuangan Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga kuartal III-2018 PLN menanggung kerugian selisih kurs cukup besar, mencapai Rp 17,32 triliun. Kerugian kurs tersebut lebih besar dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,22 triliun.
Dalam laporan keuangan tersebut menyebutkan, total pendapatan perseroan sebesar Rp 200,91 triliun atau naik 6,9 persen hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 187,88 triliun.
Pendapatan PLN pada kuartal III-2018, terdiri dari penjualan tenaga listrik sebesar Rp 194,40 triliun naik 6,47 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu Rp 181,81 triliun , serta berasal dari penyambungan daya listrik sebesar Rp 5,21 triliun yang naik 4,2 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.
Beban PLN terbesar bersumber dari bahan bakar dan pelumas, sebesar Rp 101,87 triliun atau naik 16,28 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 85,27 triliun.
Beban berikutnya adalah pembelian tenaga listrik dari pembangkit yang dikelola swasta (Independent Power Producer/IPP) sebesar Rp 60,61 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 53,54 triliun. Selanjutnya kenaikan diikuti beban penyusutan sebesar Rp 22,78 triliun, dan beban pemeliharaan Rp 15,01 triliun.
Sedangkan beban kepegawaian turun 6,81 persen menjadi Rp 14,74 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 15,82 triliun.
Adapun subsidi listrik pemerintah tercatat Rp 39,77 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 36,19 triliun. Kemudian beban keuangan naik menjadi Rp 16,18 triliun dari periode hingga September 2018 sebesar Rp 14,80 triliun. Akan tetapi, PLN mampu catatkan penghasilan lain-lain sebesar Rp 8,52 triliun hingga September 2018 dari rugi Rp 1,31 triliun.
Total liabilitas PLN tercatat Rp 543,42 triliun pada 30 September 2018 dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 465,54 triliun. Ekuitas PLN tercatat Rp 842,99 triliun pada 30 September 2018. Total aset dan liabilitas mencapai Rp 1.386,41 triliun pada 30 September 2018.
Sementara itu, laba perusahaan sebelum selisih kurs pada triwulan III tahun 2018 sebesar Rp 9,6 triliun, meningkat 13,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 8,5 triliun. Kenaikan laba tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan serta adanya kebijakan pemerintah DMO harga batubara.
“Nilai penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp12,6 triliun atau 6,93 persen sehingga menjadi Rp 194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp181,8 triliun,” ujar EPV Corporate Comunication PT PLN (Persero) Made Suprateka dalam rilisnya, Selasa (30/10).

No comments:

Powered by Blogger.