Breaking News

Ingin Intervensi Hukum, Prabowo Dianggap Berbahaya Jika Jadi Presiden

Ingin Intervensi Hukum, Prabowo Dianggap Berbahaya Jika Jadi Presiden
Pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, masih saja tidak bisa melepaskan diri dari kesalahan dan blunder.
Dalam Debat Perdana Capres-Cawapres 2019 di Hotel Bidakara, Kamis (17/1/2019), setidaknya ada empat kekeliruan yang mereka sampaikan.
Pertama, kesalahan fatal ketika menyebut bahwa president chief of law enforcement. Dalam pandangan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, pernyataan tersebut ‘blunder’ dan mencerminkan karakter dasarnya bahwa menjadi presiden itu sebagai chief of law inforcement.
“Pernyataan yang berbahaya. Presiden menentukan kebijakan politik hukum sebagai penjabaran fungsinya sebagai kepala pemerintahan. Presiden tidak boleh intervensi atas masalah hukum.
Jadi apa yang disampaikan bahwa presiden adalah chief of law enforcement officer adalah cermin bawah sadarnya untuk gunakan jabatan presiden sebagai alat intervensi hukum,” jelas Hasto dalam pernyataan tertulis seperti disiarkan okezone.com dalam artikel berjudul Prabowo Dinilai Blunder Sebut Presiden Itu Chief of Law Enforcement.
Atas pernyataan tersebut, Hasto tidak heran mengapa Prabowo-Sandi terus melakukan kontrasting. Menurutnya, berbagai persoalan lapangan yang diangkat Sandi perlu dicek kebenaran sebagai real case atau bagian dari kemasan untuk menyerang Jokowi.
Hasto menyebut, hal yang menarik dari debat capres adalah posisi Kiai Maruf sebagai cawapres yang memberikan dukungan sepenuhnya terhadap kebijakan Jokowi.
“Agresifnya Sandi sekadar menyampaikan pesan bahwa Sandi lebih proaktif. Namun dalam tata pemerintahan yang baik, yang ditampilkan Sandi dikhawatirkan akan menciptakan peluang konflik.
Sebab konstitusi mengatakan wapres itu membantu presiden. Dengan demikian posisi yang diambil Kyai Maruf sangatlah tepat, mendukung kebijakan presiden,” kata Hasto lagi.
Sekjen PDIP ini menambahkan, sekali bicara pernyataan Kiai Maruf singkat namun menohok.
“Mengajak semua pihak membangun budaya menghormati kaum disabilitas. Ini menunjukkan kepiawaian dan kemampuan melihat solusi atas persoalan dan tidak hanya berorasi atau tebar janji,” tutur Hasto.
Daftar blunder berikutnya disampaikan Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Erick Thohir. Pasangan Prabowo-Sandiaga dia ibaratkan seperti bermain bulu tangkis. “Kubu mereka mencoba bermain, tapi kena net sendiri,” ujar Erick Thohir seperti ditulis Tempo dalam artikel berjudul Timses Jokowi Catat Tiga Blunder Prabowo-Sandiaga Saat Debat.
Erick dan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf mencatat ada tiga blunder yang dilakukan kubu Prabowo. Pertama, saat Sandiaga Uno menyatakan diri bukan lagi kader Gerindra ketika Prabowo meminta tambahan penjelasan soal struktur kepengurusan Gerindra.
“Saya kaget juga ketika sahabat saya (Sandiaga) membuat pernyataan bahwa dia bukan Gerindra. Ketika Gerindra dipertanyakan, ‘kan mestinya dia membela Gerindra. Ini blunder,” ujar Erick.
Prabowo juga seperti tidak mengerti dengan partai yang ia pimpin, Gerindra. Menurut eks Presenter Tina Talisa, paslon 02 membuat blunder saat Prabowo mengklaim partainya punya caleg perempuan paling banyak. Angkanya, kata Prabowo, hampir 40 persen.
Berdasarkan data KPU, memang benar Gerindra memiliki hampir 40 persen caleg perempuan untuk DPR RI.
Namun, persentase caleg perempuan untuk DPR RI terbanyak bukanlah dari Gerindra, melainkan PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia). Adapun partai yang paling banyak mengusung caleg perempuan untuk DPR RI adalah PSI (Partai Solidaritas Indonesia).
“Mengutip data saja salah, caleg perempuan itu di PSI yang paling banyak,” ujar dia.
Ketiga, Prabowo kembali membuat blunder saat bicara isu korupsi. Saat itu, Jokowi mempertanyakan komitmen anti-korupsi Prabowo yang berbanding terbalik dengan Partai Gerindra yang banyak mencalonkan eks terpidana korupsi dalam pileg.
Namun, Prabowo membantah Jokowi dan menyatakan pernyataan Jokowi tersebut subjektif. “Dari sana saja bisa dilihat, artinya Pak Prabowo tidak tahu apa-apa tentang partainya,” ujar Tina. (*)

No comments:

Powered by Blogger.