Breaking News

Meskipun UUD 1945 Diamandemen, Presiden Tetap Mandataris Rakyat

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menjelaskan memastikan bahwa agenda amandemen UUD 1945 tidak akan mengembalikan mekanisme pemilihan kembali ke MPR.
Dia memastikan bahwa rencana menghidupkan kembali garis-garis besar haluan negara (GBHN), juga tidak untuk menjadikan presiden sebagai mandataris MPR.
“Jangan terlalu sempit. Presiden tetap boleh menjalankan program dan visi misi, tapi arahnya ya jelas sesuai haluan negara ini,” ujar Bambang dalam wawancara khusus dengan Tempo di ruangannya, Kompleks DPR RI, Jakarta, pada Jumat pekan lalu, 11 Oktober 2019.
Bamsoet mengatakan, MPR masih mencari formulasi yang tepat untuk menghadirkan kembali GBHN tanpa membuat Presiden menjadi mandataris MPR.
“Ibarat Google Maps lah, lewat mana aja kan bebas? Yang penting sudah ketahuan tujuannya,” ujarnya.
MPR juga sedang mencari nama yang tepat untuk mengganti istilah GBHN agar tidak terkesan kembali ke orde lama atau orde baru.
Namun lanjutnya, opsi-opsi untuk menghidupkan kembali GBHN ini masih terbuka. Haluan negara itu, katanya bisa saja dihadirkan tanpa mengamandemen UUD 1945, melainkan hanya dengan membuat undang-undang saja.
“Bisa saja dengan undang-undang. Kalau UU itu bisa mengikat seluruh rakyat Indonesia termasuk presiden, gubernur, walikota/bupati yang akan datang, kenapa tidak? Enggak usah pakai amendemen,” ucapnya.
Bambang menilai, menghidupkan kembali GBHN lewat amandemen UUD 1945 bukanlah suatu konsep yang ajeg. Ia mengatakan MPR akan menyerap aspirasi masyarakat dalam 1-2 tahun ini dan membuka diri terhadap semua opsi yang bisa memperkuat sistem presidensial.
“Kami gelar semua di meja, kami tawarkan pada masyarakat tone-nya bagaimana. Ini kan keputusan rakyat,” katanya.

No comments:

Powered by Blogger.