Breaking News

Pengamanan Pelantikan Presiden dan Wapres Sesuai Prosedur


Ketatnya pengamanan pelantikan presiden dan wakil presiden, Minggu (20/10) dinilai masih wajar.
Pengerahan kekuatan aparat keamanan dan pengamanan ekstra ketat itu sebelumnya dikritik Amnesty International karena dianggap berlebihan dan berbeda dengan atmosfer pelantikan Presiden Joko Widodo pada tahun 2014 lalu.
Merespon hal itu, Juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan pengamanan jelang pelantikan ini telah dilakukan sesuai prosedur standar pengamanan. Hanya saja memang ada penebalan pengamanan di beberapa titik.
“Jadi karena ini perhelatan besar bersama seluruh wakil rakyat maka perlu pengamanan yang cukup, bukan berlebihan, sebab pengamanan juga harus merata di wilayah lain di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Wawan menuturkan pengamanan ini telah dilakukan berdasarkan analisis tugas dan sasaran termasuk prakiraan keadaaan untuk meminimalisasi tingkat potensi ancaman. Menurutnya, aparat memang wajib mempersempit kemungkinan ancaman kepada pejabat yang masuk golongan VVIP maupun VIP, termasuk kemungkinan terjadinya sabotase.
Terlebih, lanjut Wawan, pelantikan ini juga menjadi sorotan dunia. Sehingga pengamanan itu harus diupayakan maksimal.
Pengamat Intelijen dan Keamanan Negara, Stanislus Riyanta mengatakan, potensi ancaman terhadap keamanan negara yang meningkat belakangan membuat pengerahan aparat diperketat.
Ia tak menampik kasus penusukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menjadi salah satu faktor keamanan jelang pelantikan ditingkatkan. Selain itu aksi unjuk rasa yang masif beberapa waktu lalu juga menjadi alasan aparat memperkuat pengamanan.
“Karena potensi ancaman tahun ini lebih tinggi dari 2014. Ada dua fokus ancaman agar keamanan ditingkatkan, yakni teror kepada pejabat negara dan unjuk rasa yang sempat membuat Jakarta memanas,” ujar Stanislaus dilansir dari CNNIndonesia.com, Minggu (20/10).
Peningkatan pengamanan ini, kata Stanislaus, juga dilakukan untuk mencegah ancaman teror dari individu yang tak dapat diprediksi. Salah satunya penangkapan dosen IPB yang diduga terlibat rencana pelemparan bom molotov saat kerusuhan unjuk rasa di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurutnya, ancaman teror dari perseorangan seperti itu justru lebih berbahaya ketimbang dari kelompok. Sebab serangan oleh individu itu yang sulit diprediksi.
“Kalau dari kelompok kan lebih mudah terdeteksi, yang berbahaya mereka yang sendiri-sendiri ini,” ujarnya.

No comments:

Powered by Blogger.