Breaking News

Deradikalisasi untuk Tarik Investor

Deradikalisasi untuk Tarik Investor
Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut penguatan program deradikalisasi untuk menciptakan rasa aman. Hal itu juga bertujuan untuk menarik investor menanamkan modalnya ke Indonesia.
Penguatan deradikalisasi yang dimaksud termasuk melalui penerbitan dua aturan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan serta Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri tentang penanganan radikalisme terhadap ASN.
Kata Moeldoko, pemerintah menggunakan beragam pendekatan untuk meredam ancaman radikalisme dan terorisme.
“Pendekatan deradikalisasi bukan hanya keamanan. Namun pendekatan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, dan seterusnya. Jadi jangan terus artikan konsep deradikalisasi adalah pendekatan keamanan. Itu salah. Pasti orang akan takut investasi kalau kita tidak aman,” kata Moeldoko di kantornya, Selasa (26/11/2019).
PP tentang Pencegahan Terorisme menugaskan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memperkuat program deradikalisasi. BNPT menjadi koordinator kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk program deradikalisasi, kesiapsiagaan nasional dan kontra-radikalisasi.
Progam deradikalisasi menyasar eks-narapidana terorisme dan orang atau kelompok yang sudah terpapar radikalisme.
Adapun kontra-radikalisasi ditujukan terhadap orang atau kelompok yang rentan terpapar dengan kriteria sebagai berikut:
  1. Memiliki akses terhadap informasi yang bermuatan paham radikal terorisme
  2. Memiliki hubungan dengan orang/kelompok yang diindikasikan memiliki paham radikal terorisme
  3. Memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal terorisme
  4. Memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi, dan/atau budaya sehingga mudah dipengaruhi oleh paham radikal terorisme.
Urgensi penerbitan aturan dipertanyakan
DPR mempertanyakan urgensi penerbitan PP tentang Pencegahan Terorisme.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyoroti kriteria orang atau kelompok rentan terpapar radikalisme. Politikus Partai Golkar ini memperingatkan jangan sampai aturan baru tersebut justru melanggar HAM. Ia berencana melakukan klarifikasi langsung dengan memanggil kementerian/lembaga terkait.
“Kami akan mengundang secara khusus Menpan RB dan Mendagri. Memang Mendagri sudah dijadwalkan tanggal 28 (November 2019. Mungkin ini (PP Pencegahan Terorisme) akan menjadi salah satu yang akan kami angkat,” ucap Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Doli menekankan agar pemerintah tak mengeluarkan aturan yang memicu kegaduhan di publik.
“Kami ingin setiap peraturan yang lahir itu menyejukkan, yang bisa menjaga kondusivitas. Tidak kemudian mengundang kontroversi apalagi di masyarakat,” imbuhnya.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyebut terbitnya PP Pencegahan Terorisme sebagai bentuk kenaifan pemerintah. Presiden PKS Sohibul Iman menilai aturan baru itu bakal membawa kemunduran pada demokrasi Indonesia.
“Saya kira kita sudah mau dan bergerak maju sejak reformasi. Tolong jangan setback ke belakang. Itu kan cara-cara yang seperti dulu,” ujar Sohibul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Sohibul menuturkan upaya pemerintah melakukan deradikalisasi berpotensi mengkriminalisasi warga. Terlebih, kata dia, ada SKB 11 Menteri tentang pencegahan radikalisme ASN dan wadah pengaduan ASN. Kanal pengaduan lewat portal aduanasn.id bisa disalahgunakan untuk mengkriminalisasi warga.
“Apalagi dengan pusat pengaduan. Itu kemudian orang yang berselisih secara pribadi, bisa saja kemudian mengkriminalisasi, melaporkan hal-hal seperti itu,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, portal aduanasn.id diluncurkan 12 November 2019 bersamaan dengan penerbitan SKB 11 Menteri. Lewat portal ini masyarakat bisa melaporkan ASN yang diduga terpapar radikalisme. Aduan akan ditindaklanjuti oleh satgas lintaskementerian.
Ada 11 kriteria pelanggaran yang bisa dilaporkan antara lain:
  1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintah
  2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar-golongan
  3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost, Instagram, dan sejenisnya)
  4. Membuat pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan
  5. Menyebarluaskan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial
  6. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintah
  7. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintah
  8. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislikes, love, retweet atau comment di media sosial
  9. Menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintah
  10. Melakukan pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial
  11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN.



No comments:

Powered by Blogger.