Breaking News

Belakang Penguasaan Lahan Oleh Masyarakat


Mataram (Suara NTB) – Persoalan aset Pemprov NTB yang dikerjasamakan dengan PT. Gili Trawangan Indah (GTI) di Gili Trawangan kian rumit. Disinyalir ada oknum bule dan pengusaha luar daerah  berada di belakang penguasaan lahan secara ilegal oleh masyarakat di lahan seluas 65 hektare tersebut.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) NTB, Ir.H.Mohammad Rum, MT mengatakan, persoalan kerja sama aset daerah dengan PT.GTI sedang dalam kajian tim terpadu ang dibentuk gubernur. ‘’Memang agak ruwet, susah. Kita secara formal, secara hukum Pemprov melakukan kerja sama dengan GTI. Tetapi dalam perjalanannya GTI tidak ada action,’’ kata Rum dikonfirmasi di Kantor Gubernur, Rabu, 18  Desember 2019 siang.
Karena tidak ada action, akhirnya lahan tersebut terkesan menjadi tanah kosong. Ketika lahan tersebut kosong, maka warga ramai-ramai masuk menguasainya secara ilegal. Ia menebut, sekitar 80 persen lahan seluas 65 hektare itu sudah dikuasai masyarakat secara ilegal.
Rum mengungkapkan ada oknum bule atau warga negara asing dan pengusaha luar daerah seperti Jakarta yang diduga berada di belakang warga. ‘’Bukan warga saja itu tapi dibelakangnya ada bule, ada orang dari luar NTB, Jakarta, (jadi) bos-bosnya. Jadi warga itu ada bos di belakangnya. Jadi ada pengusaha yang mem-back up warga ini,’’ ungkap Rum.
Sehingga penertiban agak susah dilakukan. Apabila warga saja yang menguasai lahan itu, maka agak gampang ditertibkan oleh Pemda. ‘’Tapi di belakang warga ini ada orang-orang itu. Ndak bisa kita hanya menyalahkan PT.GTI. Tapi warga di sana juga  ilegal,’’ katanya.
Rum mengatakan, lahan-lahan yang dikuasai secara ilegal itu dimanfaatkan untuk berbagai usaha di bidang pariwisata. Disebutkan, total luas lahan milik Pemprov di Gili Trawangan sebanyak 75 hektare. Seluas 65 hektare diserahkan ke PT.GTI dan 10 hektare diserahkan ke masyarakat secara legal.
Namun, dari 65 hektare lahan yang diserahkan ke PT. GTI, sekarang 80 persennya dikuasai oleh masyarakat secara ilegal. Mengenai nasib kerja sama Pemprov dengan PT. GTI, Rum mengatakan masih dilakukan kajian oleh tim. Apakah kerja sama itu diputus kontraknya atau diperpanjang.
‘’Masa kontraknya belum habis. Tim dibentuk tapi masih 2-3 kali pertemuan. Kita akan menyelesaikan masalah ini  tapi jangan ada kegaduhan,’’ tandasnya.
Kerja sama pemanfaatan aset senilai Rp2,3 triliun  tersebut mendapat atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Kerja sama pemanfaatan aset daerah seluas 65 hektare tersebut dinilai sudah pantas diputus kontraknya lantaran PT. GTI  yang menjadi mitra Pemda tidak melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian.

No comments:

Powered by Blogger.