Breaking News

Jangkauan Bansos Diperluas, Ekonomi pun Terungkit

 


Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dalam 10 bulan terakhir, program perlindungan sosial merupakan salah satu dari tiga jurus utama untuk keluar dari krisis. Dua jurus lainnya adalah program pemulihan kesehatan masyarakat dan terus mendorong kebangkitan ekonomi nasional.

Sebelum masa Covid-19, sedikitnya 40 persen dari populasi Indonesia amat rentan masuk dalam kategori miskin alias tidak mampu. Sempat ada harapan di pemerintahan Presiden Joko Widodo, berkat program pengendalian harga pangan, percepatan infrastruktur, serta perlindungan sosial membuat pertumbuhan gross domestic product (GDP) pada kuartal IV 2019 mencapai 5,02 persen.

Di sisi lain, pengangguran terbuka turun dari 7,07 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 6,8 juta di Februari 2020. Tingkat kemiskinan pun mencapai di bawah 10 persen sejak September 2019. Namun, pagebluk meruntuhkan capaian tersebut dalam hitungan bulan saja.

Secara umum, perlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. Mempertahankan daya beli dan kualitas hidup masyarakat adalah inti agar masyarakat bisa keluar dari krisis akibat corona.

Meski beberapa program bansos reguler sudah digulirkan sejak pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bansos sembako, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pandemi berdampak signifikan menambah jumlah orang miskin maupun pengangguran. Banyak keluarga yang terkonfirmasi Covid-19 yang mengalami pukulan berganda, mengalami problem kesehatan serta penghidupan mereka juga mengalami penyusutan.

Oleh karena itu, adanya pandemi Covid-19 memaksa perlunya perluasan cakupan penerima bantuan sosial dengan melakukan sinergi beberapa kementerian/lembaga pada 2020. Sekarang penerima bansos boleh berasal dari Non-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), pemerintah daerah juga boleh melibatkan community targeting secara selektif.  Kebijakan ini juga disokong oleh Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nomor 11 tahun 2020 tanggal 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan data non-DTKS.

Sampai 28 Desember 2020, realisasi bantuan sosial yang masuk dalam agenda Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sudah mencapai 98,54 persen atau setara dengan Rp125,3 triliun dari target Kementerian Sosial (Kemensos), yakni sebesar Rp127, 2 triliun. Hal tersebut diutarakan Sekretaris Jenderal Kemensos Hartono Laras pada Diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 yang bertajuk "Kaleidoskop 2020 - Implementasi Pemenuhan Jaminan Sosial yang Adil dan Merata", Selasa (29/12/2020).

Sepanjang April hingga Desember 2020, program bantuan sembako atau Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) sudah terealisasi mencapai 97,59 persen atau setara dengan Rp41,56 triliun dari target Rp42,59 triliun.

Sementara PKH sudah terealisasi sebesar 100 persen atau setara dengan Rp36,71 triliun. Serta Bantuan Sosial Tunai (BST) terealisasi mencapai 97,55 persen atau sebesar Rp31,58 triliun dari target Rp32,4 triliun. Kemudian, bansos sembako jabodetabek sudah terealisasi sebesar 98,49 persen atau setara dengan Rp6,492 triliun dari target pagu anggaran Rp6,498 triliun,

Bansos beras sudah terealisasi sebesar 100 persen dengan pagu anggaran mencapai Rp4,51 triliun, terakhir bansos tunai bagi KPM sembako non-PKH sudah terealisasi sebesar 100 persen dengan nilai total mencapai Rp4,5 triliun.

Dengan pencapaian di atas, lanjut Hartono Laras, pihaknya sudah semaksimal mungkin menjangkau berbagai lapisan masyarakat yang terdampak Covid-19. Melalui sejumlah program itu, dia menilai setiap masyarakat dapat bertahan dari keterpurukan yang diakibatkan oleh pandemi ini dalam semua lini sektor kehidupan.

Namun demikian Kemensos akan terus melakukan perbaikan pada enam program besar di atas. “Dimulai dari senantiasa melakukan perbaikan data penerima bansos itu. Supaya data senantiasa disajikan yang terbaru sesuai dengan kondisi masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya.

Pemutakhiran DTKS secara terus-menerus dengan melakukan pembersihan (cleansing) dan pencocokan data di Dukcapil menjadi agenda prioritas pada 2021. Perlindungan sosial juga dilakukan di basis perdesaan. Sepanjang tahun ini, seperti dilaporkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), telah disalurkan Dana Desa sebesar Rp71 triliun atau sekitar 99,87% dari pagu anggaran.

Dari Dana Desa itu, sebanyak Rp22 triliun untuk 8,045 juta keluarga digunakan untuk bantuan langsung tunai bagi warga desa sejak April 2020. Penambahan ragam bansos dan sinergi perluasan cakupan dalam pemberian bansos selama pandemi Covid-19 memiliki pengaruh positif untuk memberi rasa terlindungi sehingga stabilitas negara dapat dijaga.

Dari hasil kajian oleh Tim Smeru dan Kemenko PMK berbasis data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas Maret) 2019 kombinasi beberapa bansos menghasilkan sinergi berupa cakupan yang lebih luas dan dampak yang lebih besar dibandingkan manfaat dari satu program bansos dalam menekan angka kemiskinan. Selain itu, tingkat ketepatan sasaran juga sangat menentukan efektivitas bansos. Diperkirakan dengan bansos dapat menekan penambahan angka kemiskinan sekitar 2--4 persen poin dari angka prediksi skema berat dan sangat berat.

Diharapkan program perlindungan sosial terus memakai prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs), yakni tidak boleh ada satu warga negara pun yang tertinggal dari kebijakan perlindungan sosial negara.

No comments:

Powered by Blogger.