Breaking News

Sistem Keuangan Indonesia Normal dan Berjalan Baik, Ini Buktinya

Foto: Okezone

JAKARTA - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melaporkan hasil rapat reguler pada triwulan I-2019. Rapat tersebut untuk membahas mengenai sistem keuangan di tanah air
Seluruh anggota KSSK yang terdiri atas Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggelar rapat di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Senin malam, pukul 19.30-23.00 WIB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dari hasil rapat tersebut seluruh anggota KSSK menyimpulkan jika kondisi sistem keuangan Tanah Air berjalan normal. Meskipun selama 2018, diterpa banyak isu dari ekonomi global.
"Dari saya, keseluruhan aspek yang dilihat KSSK, menunjukkan sistem keuangan kita dalam kondisi normal dan berjalan baik," ujarnya, dalam acara konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Dia mencontohkan, di bidang fiskal menunjukkan pencapaian yang lebih baik di 2018. Hal tersebut tercermin dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang semakin kredibel. Sampai dengan triwulan IV-2018, realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.942,34 triliun melebihi target yang ditetapkan.
Sementara itu. belanja negara yang terealisasi dengan optimal mencapai Rp2.202,24 triliun dan telah mendukung pencapaian target pembangunan pada 2018. Dengan realisasi tersebut defisit anggaran tercatat sebesar 176% terhadap PDB, angka tersebut jauh lebih baik dari target APBN 2018 sebesar 2,19% maupun defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 2,5%, didukung oleh keseimbangan primer yang mendekati positif.
Angka defisit cukup terjaga di tengah tingginya kebutuhan pembiayaan untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui pembangunan infrastruktur. Untuk mendukung keberlanjutan kinerja pelaksanaan anggaran tersebut kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang terus dijaga. Pada 2018, realisasi pembiayaan utang lebih rendah Rp32,5 triliun dari targetnya dan tumbuh negatif dari tahun sebelumnya.
"Fiskal tahun 2018 kita tutup dengan sangat baik penerimaan negara 102,5%, penerimaan pajak meningkat," ucapnya.
Sementara itu, indikator baiknya sistem keuangan adalah pertama di bidang moneter. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kinerja di bidang moneter, sudah cukup bagus meskipun ada beberapa tekanan terhadap nilai tukar pada akhir 2018 lalu.
Namun menjelang pergantian tahun, justru pergerakan nilai tukar rRupiah mengarah positif. Hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan suku bunga yang dinaikkan oleh Bank Indonesia hingga ke level 6% hingga akhir tahun 2018 lalu.
Di sisi lain, BI juga menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah (konvensional dan syariah) dari 2% menjadi 3% serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial VPLM (konvensional dan syariah) yang dapat direpokan ke Bl dari 2% menjadi 4%, masing-masing dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Tujuannya adalah untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan.
Sementara itu, di bidang kebijakan makroprudensial, BI juga mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer(CCB) sebesar 0% dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80 92%, BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Di sisi lain, BI juga memperkuat kerja sama moneter dan keuangan dengan otoritas dari beberapa negara Pada triwulan IV 2018.
"Kita terus optimalkan bauran kebijakan. Baik moneter atau makro Prudential untuk menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar," jelasnya.
Di sektor jasa keuangan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan masih terjaga dengan baik. Kinerja intermediasi keuangan masih mencatatkan perkembangan positif antara lain pertumbuhan kredit perbankan yang mencapai double digit yakni 11,75% dan kinerja intermediasi perusahaan pembiayaan yang tumbuh sebesar 5.17% yoy.
Di pasar modal, penghimpunan dana mencapai Rp166 triliun. Sementara itu. pada triwulan IV 2018 volatilitas di pasar modal domestik terpantau mereda dan investor non residen mencatatkan net buy di pasar saham dan pasar SBN masing-masing sebesar Rp400 miliar dan Rp42.37 triliun.
Wimboh menambahkan, akselerasi kredit perbankan dan pembiayaan ini diikuti dengan risiko kredit yang masih terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross perbankan dan Non Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan masing-masing sebesar 2.37% dan 2.71%.
Permodalan lembaga jasa keuangan berada di level memadai untuk mengantisipasi peningkatan risiko sekaligus mendukung ekspansi pembiayaan. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per triwulan IV 2018 berada pada level 23.50% sedangkan Risk Based Capital (RBC) untuk asurasi umum dan Jiwa masing-masing sebesar 332% dan 441%. 
"Di sektor jasa keuangan OJK nilai stabilitas sektor keuangan masih terjaga kinerja sektor keuangan membaik dibanding tahun 2018 ditemukan indikasi bahwa kredit meningkat selama 2018 sudah dua digit," jelas Wimboh.

No comments:

Powered by Blogger.