Presiden Teken Perpres No. 30/2019 tentang Keanggotaan Indonesia Pada Organisasi Internasional
Dengan pertimbangan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 64 Tahun
1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Republik
Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, pemerintah
menganggap Keppres ini perlu diganti.
Atas dasar pertimbangan itu, pada 10 Mei 2019, Presiden Joko Widodo
telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 30 Tahun 2019
tentang Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia Pada Organisasi
Internasional.
Disebutkan dalam Perpres itu, Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia
pada Organisasi Internasional bertujuan untuk: a. peran dan kinerja
Indonesia di forum Internasional; b. hubungan antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan pemerintah negara lain; dan c. kepercayaan masyarakat
internasional.
“Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia diabdikan sebesar-besarnya
untuk kepentingan nasional,” bunyi Pasal 2 ayat (2) Perpres ini.
Keanggotaan Indonesia, menurut Perpres ini, dilakukan sesuai prosedur
dan tata cara yang berlaku pada Organisasi Internasional dengan
mempertimbangkan: a. prioritas nasional; b. kemampuan keuangan negara;
dan c. keanggotaan Indonesia pada Organisasi Internasional sejenis.
“Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud keanggotaan Indonesia
dilakukan berdasarkan analisis biaya manfaat, dilaksanakan dengan cara
menekan Kontribusi Indonesia seminimal mungkin untuk mencapai manfaat
keanggotaan yang optimum,” bunyi Pasal 3 ayat (2,3) Perpres tersebut.
Sedangkan status keanggotaan Indonesia, menurut Perpres ini, terdiri
atas: a. keanggotaan penuh; dan b. keanggotaan tidak penuh. Status
keanggotaan Indonesia sebagaimana dimaksud menentukan hak dan kewajiban
Indonesia pada Organisasi Internasional sesuai ketentuan statute,
piagam, perjanjian, dan/atau instrument hukum Organisasi Internasioal
lainnya.
Menurut Perpres ini, keanggotaan Indonesia dikoordinasikan oleh 1
(satu) Instansi Penjuru, yaitu lembaga negara, kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, atau lembaga non struktural yang menjadi
narahubung utama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Orgnasisasi
Internasional.
Pengusulan dan Evaluasi
Perpres ini menyebutkan, pimpinan Instansi Penjuru mengajukan usulan
keanggotaan Indonesia kepada Menteri (yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang luar negeri). Selanjutnya, Menteri melakuan
penilaian terhadap usulan tersebut dengan mempertimbankan rekomendasi
Kelompok Kerja, yang diikuti dengan penyampaian hasil penilaian kepada
Instansi Penjuru.
“Dalam hal Menteri menyetujui usulan Keanggotaan Indonesia, Instansi
Penjuru menyusun dasar hukum Keanggotaan Indonesia, dilakukan melalui a.
pengesahan dengan Undang-Undang; b. pengesahan dengan Peraturan
Presiden; dan c. penetapan dengan Keputusan Presiden,” bunyi Pasal 8
ayat (1,2) Perpres ini.
Disebutkan dalam Perpres ini, pimpinan Instansi Penjuru wajib
menyampaikan laporan pemanfaatan Keanggotaan Indonesia kepada Menteri,
paling lambat akhir bulan Januari tahun berikutnya. Dalam hal Instansi
Penjuru tidak menyampaikan laporan dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud, pembayaran Kontribusi Indonesia dapat ditunda oleh Menteri.
Menurut Perpres ini, Menteri melakukan evaluasi terhadap keanggotaan
Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun dengan
mempertimbangan rekomendasi Kelompok Kerja. Hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud dilaporkan kepada Presiden.
“Dalam hal hasil evaluasi Keanggotaan Indonesia dinilai tidak
memenuhi analisis biaya manfaat, Menteri dapat menghentikan Keanggotaan
Indonesia,” bunyi Pasal 10 ayat (4) Perpres ini. Selain itu, penghentian
keanggotaan juga dapat dilakukan karena Organisasi Internasional
membubarkan diri.
Penghentian keanggotaan Indonesia, menurut Perpres ini, dilakukan
dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan pengesahan
atau penetapannya yang ditindaklanjuti dengan pemberitahuan secara
tertulis dari Instansi Penjuru kepada Menteri.
Menurut Perpres ini, Keanggotaan Indonesia dapat diaktifkan kembali
berdasarkan: a. usulan Instansi Penjuru kepada Menteri; dan b. hasil
penilaian Menteri berdasarkan rekomendasi Kelompok Kerja.
Pengaktifan kembali Keanggotaan Indonesia itu, menurut Perpres ini,
dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan
pengesahan atau penetapannya.
Kontribusi
Mengenai Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional, menurut
Perpres ini, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) melalui: a. anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang luar negeri; b. anggaran kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagai
Bendahara Umum Negar; dan c. anggaran Instansi Penjuru.
Dalam hal keanggotaan Indonesia memberikan manfaat bagi Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau asosiasi swasta secara langsung, menurut
Perpres ini, pembayaran seluruh atau sebagian kontribusinya dapat
dibebankan kepada BUMN atau asosiasi swasta terkait.
“Pembebanan pembayaran seluruh dan/atau sebagian kepada BUMN atau
asosiasi swasta sebagaimana dimaksud diusulkan kepada Menteri oleh
pimpinan Instansi Penjuru setelah berkonsultasi dengan pimpinan BUMN
atau asosiasi swasta bersangkutan,” bunyi Pasal 16 ayat (2) Perpres ini.
Mengenai Kelompok Kerja, Perpres ini menyebutkan, beranggotakan: a.
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar
negeri; b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan; c. kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional; d. kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan
negara; dan e. Sekretariat Kabinet.
Pembentukan Kelompok Kerja sebagaimana dimakud, menurut Perpres ini, ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Perpres ini menegaskan, peraturan pelaksanaan dari Perpres ini harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Presiden ini
diundangkan.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,”
banyak Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2019, yang telah
diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 Mei
2019.
No comments: