Breaking News

Mendagri Ajak Pusat-Pemda Bersatu Tangani Banjir di Jabodetabekpunjur


Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menghadiri rapat virtual penandatanganan dokumen komitmen bersama penanggulangan banjir dan longsor di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Tito menekankan penanganan banjir di Jabodetabek tak bisa dilakukan parsial.

Rapat itu digelar di ruang sidang utama Gedung A Lantai 3 kantor Kemendagri, Jakarta (2/6/2020). Penandatanganan dokumen komitmen bersama penanggulangan banjir dan longsor di kawasan Jabodetabekpunjur secara virtual itu dihadiri Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil dan diikuti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, serta Gubernur Banten Wahidin Halim.

"Ini terkait antara satu daerah dengan daerah lainnya. Kita ketahui berapa tahun terjadi banjir di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya bahkan di Bekasi, di Tangerang, Tangsel, di Depok, juga ada banjir. Di daerah lain di luar daerah ini juga banjir seperti di Kabupaten Bogor juga ada longsor di daerah-daerah hulu," kata Tito dalam keterangan tertulis dari Puspen Kemendagri.

Menurut Tito, dalam masalah banjir, Jabodetabekpunjur tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ini karena daerah hulu, terutama yang ada di wilayah Kabupaten Bogor, merupakan wilayah tangkapan air. Ketika di hulu ada banjir, daerah lainnya yang saling terhubung, seperti Kota Bogor, Depok, dan juga daerah-daerah hilirnya, seperti Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, ikut terdampak.

Mendagri Tito menegaskan perlunya kegiatan bersama untuk menangani banjir di Jabodetabekpunjur yang juga jadi perhatian serius Presiden Jokowi. Di awal tahun lalu, Presiden sampai melakukan rapat dengan memanggil langsung para kepala daerah dan para menteri terkait.

"Saya juga hadir pada saat itu di Istana, di mana penyampaian dari Bapak Presiden perlu adanya kerja sama yang terpadu antara daerah-daerah hulu tengah dan hilir. Untuk itu sudah pernah kita inisiasi dari awal untuk melaksanakan rapat-rapat awal antara kementerian dan lembaga yang di pusat dan daerah dan kemudian Kemendagri juga mendorong untuk komunikasi, menjembatani antara langkah-langkah pusat dan daerah," katanya.

Selain langkah dari daerah, intervensi dari pusat untuk mendukung kerja sama dan integrasi di daerah dilakukan. "Prinsip utama di bagian hulu adalah manajemen area atau daerah tangkapan air ini betul-betul dapat difungsikan, terutama masalah penataan ruang kembali untuk peruntukan penangkapan air, termasuk penghijauan sehingga tidak terjadi longsor yang menjadi bencana tersendiri untuk di daerah tangkapan air tapi juga untuk mengurangi debit air yang turun ke daerah tengah dan daerah hilir," urai Mendagri.

Di daerah tengah, katanya, aliran air diharapkan bisa berjalan lancar sehingga bisa mengurangi debit air maka perlu dibangun tempat penampungan-penampungan terutama di daerah Bogor, Depok, baik kota maupun kabupaten.

"Selanjutnya untuk daerah hilir sendiri perlu penataan dan manajemen tersendiri juga di antaranya adalah 'perimbangan' sungai, sistem kanal yang ada. Sehingga airnya dapat lancar mengalir, tidak terjadi penyempitan yang mengakibatkan penyumbatan, juga pintu-pintu air yang memadai dan kemudian tidak mampet. Di samping itu juga resapan-resapan air dalam bentuk biopori sehingga tidak terjadi air menggenang yang berlebihan ke daerah-daerah atau tempat-tempat yang menuju daerah aliran sungai atau sistem aliran sungai yang lain," katanya.

" Di daerah hilir pun tidak terdapat debit air yang sangat berlebihan dan kemudian bisa mengalir dengan baik serta dapat dikurangi karena adanya resapan-resapan dan biopori. Ini semua dicanangkan dan kemudian setelah dirasionalisasikan karena adanya realokasi dan refocusing anggaran dengan adanya krisis COVID-19 maka telah identifikasi sebanyak 584 kegiatan dengan anggaran total lebih kurang Rp 35 triliun yang dikerjakan. Sudah diatur kesepakatan dalam rapat teknis, siapa berbuat apa," katanya.

Misalnya, kata Menteri Tito, untuk kementerian di pusat, telah diatur melaksanakan apa. Kemudian di daerah hulu baik provinsi maupun kabupaten dan kota, juga diatur akan melaksanakan apa. Item-item-nya sudah ada. Di daerah tengah dan hilir, telah ditentukan juga apa yang mesti dikerjakan.

"Siapa yang melakukan, di mana lokasinya. Cukup rinci meskipun nantinya masih terbuka kalau nanti ada ide-ide baru atau ada yang belum pas. Yang paling penting saya kira adanya kesepakatan antara tim teknis maka di tingkat pengambil kebijakan baik pusat maupun daerah juga memiliki kesepakatan yang sama untuk bersama-sama bekerja sama menangani permasalahan banjir ini. Oleh karena itulah maka kegiatan sore hari ini sangat penting sekali untuk agreement kita secara resmi antara semua stakeholder yang terkait," ujarnya.

Menteri Tito pun berharap setelah MoU (Memorandum of Understanding) ini akan dilanjutkan dengan langkah-langkah nyata sehingga terbentuk sistem yang terpadu.

Sejumlah kepala daerah kabupaten/kota di wilayah Jabodetabekpunjur juga ikut dalam rapat. Para kepala daerah itu adalah Plt Bupati Cianjur Herman Suherman, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah, dan Wali Kota Depok Mohammad Idris. Rapat juga diikuti pejabat Eselon I di Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).(gbr/zlf)

No comments:

Powered by Blogger.