Breaking News

9 Hoax Omnibus Law yang Beredar

 


Presiden Joko Widodo memberikan keterangan terkait poin-poin hoax terkain Omnibus Law yang tersebar di sosial media pada konferensi pers, Jumat, 09 Oktober 2020.

Jokowi menilai jika masyarakat telah termakan informasi hoax yang berisi poin-poin di Omnibus Law yang viral di sosial media.

Dia meyakini UU tersebut tidak akan membebani masyarakat dan hanya menguntungkan kelompok tertentu.

“Saya melihat adanya unjuk rasa, penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoax di media sosial,” ucap Jokowi pada konferensi pers.

Jokowi mencatat ada sembilan poin yang disalah artikan, sehingga menjadi hoax dan membuat masyarakat melakukan aksi, dan banyak yang berahir rusuh.


1. Upah Minimum Dihapuskan

Ada informasi yang menyebut UMP upah minimum provinsi, UMK upah minimum kota Kabupaten, UMSP upah minimum sektoral provinsi. Hal ini tidak benar, karena faktanya upah minimum regional atau UMR tetap ada.

2. Upah Dihitung Perjam

Ada juga yang menyebutkan bahwa upah minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan, dengan sistem yang sekarang upah bisa dihitung berdasarkan waktu, berdasarkan hasil.

3. Cuti Dihilangkan

Kemudian adanya kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti, cuti sakit, cuti kawin, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Ini tidak benar. Hak cuti tetap ada dan dijamin.

4. Perusahaan Bebas Melakukan PHK Sepihak

Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa PHK secara sepihak.

5. Jaminan Sosial Dihilangkan

Kemudian ada juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada.

6. Penghapusan Izin Amdal

Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan, itu juga tidak benar. Amdal tetap ada, industri besar harus studi amdal yang ketat. Tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.

7. Komersialisasi Pendidikan

Ada juga cerita mengenai undang-undang cipta kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini juga tidak benar. Karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus.

Sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur di dalam UU Cipta Kerja. Apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren itu tidak diatur sama sekali dalam UU Cipta Kerja ini dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku.

8. Bank Tanah

Kemudian diberitakan bahwa keberadaan bank tanah. Ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi dan reforma agraria. Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah.

9. Pencabutan Wewenang Pemda

Jokowi menegaskan bahwa, UU Cipta Kerja ini tidak melakukan sentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak ada. Perizinan berusaha dan pengawasan tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan NSPK, norma standar prosedur dan kriteria yang ditetapkan pemerintah pusat.


Ini agar dapat tercipta pelayanan yang baik di seluruh daerah dan penetapan NSPK ini dapat nanti akan diatur di dalam PP atau peraturan pemerintah. Selain itu kewenangan perizinan untuk non perizinan berusaha tetap ada di pemda, sehingga tidak ada perubahan, bahkan kita melakukan melakukan penyederhanaan standardisasi jenis dan perizinan berusaha di daerah dan diberikan batas waktu. Ini yang penting di sini jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.

No comments:

Powered by Blogger.